Skip to main content

PERILAKU MENYIMPANG



A.   Pengertian Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatuhan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Definisi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Pengertian Perilaku Menyimpang Menurut Para Ahli

1.      Lewis Coser
Mengemukakan bahwa perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.
2.      Lemert 
Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk yaitu Penyimpangan Primer (Primary Deviation) dan Penyimpangan Sekunder (secondary deviation).
3.      Soerjono Soekanto
Penyimpangan terhadap kaidah-kaidah & nilai-nilai dalam masyarakat.
4.      J.J. Mancionis
Pelanggaran terhadap norma masyarakat.
5.      Horton dan Hunt
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma kelompok/masyarakat.
6.      Becker
Perbuatan disebut menyimpang apabila perbuatan itu dinyatakan menyimpang, sehingga penyimpangan bukanlah kualitas dari suatu tindakan melainkan konsekuensi atau akibat dari adanya peraturan dan diterapkannya sanksi-sanksi oleh masyarakat
7.      FREUD
Menurut Freud, perilaku menyimpang adalah perilaku yang terjadi apabila id yg berlebihan (tidak terkontrol) muncul bersamaan dengan superego yang tidak aktif,




B.     Faktor Pendorong Perilaku Menyimpang
Banyak faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang, baik berasal dari dalam diri individu, maupun dari pengaruh luar diri individu tersebut. Sebagai contoh, dalam studi Lewin mengungkapkan bahwa 90 % anak-anak yang bersifat jujur berasal dari keluarga yang keadaannya stabil dan harmonis, sedagkan 75 % anak-anak pembohong berasal dari keluarga yang tidak harmonis atau disebut broken home. Adapun faktor-faktor yang penyebab terjadinya perilaku menyimpang dijelaskan sebagai berikut.
a.       Faktor dari dalam Individu
1)      Potensi kecerdasan yang rendah
2)      Mempunyai masalah yang kompleks dan tidak dapat ditanggulangi diri
3)      Mengalami kesalahan beradaptasi di lingkungan tempat tinggal
4)      Tidak menemukan figure yang tepat untuk dijadikan pedoman dalam berkehidupan sehari-hari.
b.      Faktor dari luar individu
1)      Lingkungan keluarga
a)      Kekacauan dalam kehidupan keluarga (broken home)
b)      Kurangnya pengawasan dari orang tua
c)      Kesalahan cara orang tua dalam mendidik
d)     Tidak mendapat perlakuan yang sesuai dalam keluarga
2)      Lingkungan sekolah
a)      Longgarnya disiplin sekolah
b)      Kesalahan dalam sistem pendidikan sekolah
c)      Perlakuan guru yang tidak adil terhadap siswa
d)     Kecenderungan sekolah memandang kontribusi orang tua
e)      Perlakuan otoriter yang diterapkan guru-guru sekolah
3)      Lingkungan masyarakat
a)      Kurangya partisipasi masyarakat dalam menanggulangi perilaku menyimpang remaja dilingkungan masyarakat
b)      Kemajuan teknologi informasi yang pesat menyebabkan kebablasan informasi bagi remaja
c)      Banyaknya masyarakat yang cenderung mencontohkan perbuatan yang dilarang dan bahkan kriminal
d)     Kerusakan moral dalam komplek tempat tinggal.
C.    Jenis-Jenis atau Wujud Perilaku Menyimpang
Sudarsono, 1991 dalam bukunya Kenakalan remaja mengatakan Juvenille Delinquency secara estimologis dapat diartikan sebagai kejahatan anak, akan tetapi pengertian tersebut memberikan konotasi yang cenderung negative atau negative sama sekali. Atas pertimbangan yang lebih moderat dan mengingat kepentingan subyek, maka beberapa ilmuwan memberanikan diri untuk mengartikan Juvenille Delinquency sebagai kenakalan remaja. Psikolog Drs. Bimo Walgito merumuskan arti selengkapnya dari kenakalan remaja sebagai berikut : tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa maka perbuatan tersebut merupakan kejahatan, jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dilakukan anak, khususnya anak remaja.
Dr Fuad Hasan dalam B. Simanjuntak juga memberikan definisi kenakalan remaja sebagai perbuatan anti sosial yang dilakukan anak remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai kejahatan. Dari kedua pengertian di atas, Sudarsana menarik benang merah diantara keduanya yaitu, kenakalan remaja adalah perbuatan atau kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma agama.
Ada banyak sekali jenis kenakalan yang telah dilakukan remaja pada saat ini, oleh karena itu ada pengelompokkan kenakalan remaja di dalam seperti yang diungkapkan Sudarsono :
1.      Kejahatan dengan kekerasan, termasuk didalamnya pembunuhan dan penganiayaan
2.      Kejahatan Pencurian, baik itu pencurian biasa maupun pencurian dengan pemberatan
3.      Penggelapan
4.      Penipuan
5.      Pemerasan
6.      Gelandangan
7.      Pemerkosaan
8.      Kejahatan Narkotika, termasuk didalamnya memakai dan mengedarkan narkotika.
D.    Dampak Perilaku Menyimpang
Apa yang akan terjadi jika perilaku menyimpang pada remaja semakin merebak? Jelas situasi ini akan mengganggu keseimbangan dalam berbagai segi kehidupan. Konformitas tidak tercapai, keamanan dan kenyamanan menjadi terganggu. Oleh karena itu, berbagai pihak berusaha mengantisipasi meningkatnya perilaku menyimpang dengan berbagai cara. Dampak yang timbul dari perilaku menyimpang ini ibarat pedang bermata dua. Artinya, baik pelaku maupun masyarakat sekitar merasakan dampak dari perilaku menyimpang tersebut.
   Setiap orang yang melakukan perilaku menyimpang oleh masyarakat akan dicap sebagai penyimpang (devian). Hal ini dikarenakan setiap tindakan yang bertentangan  dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dianggap sebagai penyimpangan dan, harus ditolak. Individu pelaku penyimpangan tersebut akan dikucilkan dari masyarakat. Pengucilan kepada pelaku penyimpangan dilakukan masyarakat supaya pelaku penyimpangan menyadari kesalahannya. Pengucilan ini dapat terjadi di segala bidang, baik hukum, adat atau budaya. Pengucilan secara hukum melalui penjara, kurungan dan sebagainya. Kondisi ini membuat perkembangan jiwa si pelaku menjadi terganggu. Seseorang yang ditolak dalam masyarakat jiwanya menjadi tertekan secara psikologis. Timbul rasa malu, bersalah, bahkan penyesalan dalam diri individu tersebut. Inilah dampak perilaku menyimpang bagi diri si pelaku.
Perilaku menyimpang berdampak pula terhadap kehidupan masyarakat. Pertama, meningkatnya angka kriminalitas dan pelanggaran terhadap norma-norma dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan setiap tindak penyimpangan merupakan hasil pengaruh dari individu lain, sehingga tindak kejahatan akan muncul berkelompok dalam masyarakat. Misalnya seorang residivis dalam penjara akan mendapatkan kawan sesama penjahat. Keluarnya dari penjara dia akan membentuk "kelompok penjahat". Akibatnya akan meningkatkan kriminalitas.
Selain itu perilaku menyimpang dapat pula mengganggu keseimbangan sosial serta memudarnya nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku menyimpang yang tidak mendapatkan sanksi tegas dan jelas akan memunculkan sikap apatis pada pelaksanaan nilai-nilai dan norma dalam masyarakat. Akibatnya nilai dan norma menjadi pudar kewibawaannya untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat. Pada akhirnya nilai dan norma tidak dipandang sebagai aturan yang mengikat perilaku masyarakat. Dampak Perilaku Penyimpangan Sosial
Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang ada di masyarakat akan membawa dampak bagi pelaku maupun bagi kehidupan masyarakat pada umumnya.
1.      Dampak Bagi Pelaku
Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang individu akan memberikan dampak bagi si pelaku. Berikut ini beberapa dampak tersebut.
a)      Memberikan pengaruh psikologis atau penderitaan kejiwaan serta tekanan mental terhadap pelaku karena akan dikucilkan dari kehidupan masyarakat atau dijauhi dari pergaulan.
b)      Dapat menghancurkan masa depan pelaku penyimpangan.
c)      Dapat menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan dosa.
d)     Perbuatan yang dilakukan dapat mencelakakan dirinya sendiri.

2.      Dampak Bagi Orang Lain/Kehidupan Masyarakat
Perilaku penyimpangan juga membawa dampak bagi orang lain atau kehidupan masyarakat pada umumnya. Beberapa di antaranya adalah meliputi hal-hal berikut ini.
a)      Dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan ketidakharmonisan dalam masyarakat.
b)      Merusak tatanan nilai, norma, dan berbagai pranata sosial yang berlaku di masyarakat.
c)      Menimbulkan beban sosial, psikologis, dan ekonomi bagi keluarga pelaku.
d)     Merusak unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.

E.     Teori dan Pandangan Terhadap Kehidupan Remaja
1.      Teori "Differential Association"
Teori ini dikembangkan oleh E. Sutherland yang didasarkan pada arti penting proses belajar. Menurut Sutherland perilaku menyimpang yang dilakukan remaja sesungguhnya merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Asumsi yang melandasinya adalah “a criminal act occurs when situation apropriate for it, as defined by the person, is present” (Rose Gialombardo; 1972). Selanjutnya menurut Sutherland perilaku menyimpang dapat ditinjau melalui sejumlah proposisi guna mencari akar permasalahan dan memahami dinamika perkembangan perilaku.
Proposisi tersebut antara lain: Pertama, perilaku remaja merupakan perilaku yang dipelajari secara negatif dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik). Jika ada salah satu anggota keluarga yang berposisi sebagai pemakai maka hal tersebut lebih mungkin disebabkan karena proses belajar dari obyek model dan bukan hasil genetik. Kedua, perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari melalui proses interaksi dengan orang lain dan proses komunikasi dapat berlangsung secara lisan dan melalui bahasa isyarat. Ketiga, proses mempelajari perilaku biasanya terjadi pada kelompok dengan pergaulan yang sangat akrab. Dalam keadaan ini biasanya mereka cenderung untuk kelompok di mana ia diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut. Termasuk dalam hal ini mempelajari norma-norma dalam kelompok. Apabila kelompok tersebut adalah kelompok negatif niscaya ia harus mengikuti norma yang ada. Keempat, apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka yang dipelajari meliputi: teknik melakukannya, motif atau dorongan serta alasan pembenar termasuk sikap. Kelima, arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat terkadang seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang secara bersamaan memandang hukum sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi. Tetapi kadang sebaliknya, seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang memandang bahwa hukum sebagai sesuatu yang memberikan peluang dilakukannya perilaku menyimpang. Keenam, seseorang menjadi delinkuen karena ekses dari pola pikir yang lebih memandang aturan hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya penyimpangan daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi. Ketujuh, diferential association bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu, prioritas dan intensitasnya. Delapan, proses mempelajari perilaku menyimpang yang dilakukan remaja menyangkut seluruh mekanisme yang lazim terjadi dalam proses belajar. Terdapat stimulus-stimulus seperti: keluarga yang kacau, depresi, dianggap berani oleh teman dan sebagainya merupakan sejumlah elemen yang memperkuat respon. Sembilan, perilaku menyimpang yang dilakukan remaja merupakan pernyataan akan kebutuhan dan dianggap sebagai nilai yang umum.
2.      Teori Anomie
Teori ini dikemukakan oleh Robert. K. Merton dan berorientasi pada kelas. Konsep anomi sendiri diperkenalkan oleh seorang sosiolog Perancis yaitu Emile Durkheim (1893), yang mendefinisikan sebagai keadaan tanpa norma (deregulation) di dalam masyarakat. Keadaan deregulation atau normlessness tersebut kemudian menimbulkan perilaku deviasi. Oleh Merton konsep ini selanjutnya diformulasikan untuk menjelaskan keterkaitan antara kelas sosial dengan kecenderungan adaptasi sikap dan perilaku kelompok. Adanya perbedaan kelas sosial menimbulkan adanya perbedaan tujuan dan sarana yang dipilih. Kelompok masyarakat kelas bawah (lower class) misalnya, memiliki kesempatan yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok masyarakat kelas atas. Keadaan tersebut terjadi karena tidak meratanya kesempatan dan sarana serta perbedaan struktur kesempatan. Akibatnya menimbulkan frustrasi di kalangan anggota masyarakat. Dengan demikian ketidakpuasan, frustrasi, konflik, depresi, dan penyimpangan perilaku muncul sebagai akibat kurangnya atau tidak adanya kesempatan untuk mencapai tujuan.
Berkaitan dengan perilaku menyimpang yang dilakukan remaja, dapat dikemukakan bahwa teori ini lebih memfokuskan pada kesalahan atau 'penyakit' dalam struktur sosial sebagai penyebab terjadinya kasus perilaku menyimpang remaja. Teori ini juga menjelaskan adanya tekanan-tekanan yang terjadi dalam masyarakat sehingga menyebabkan munculnya perilaku menyimpang (deviance).
3.      Teori Kenakalan Remaja oleh Albert K. Cohen
Fokus perhatian teori ini terarah pada suatu pemahaman bahwa perilaku delinkuen (menyimpang) banyak terjadi di kalangan laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk 'gang'. Perilaku delinkuen merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang cenderung mendominasi. Karena kondisi sosial ekonomi yang ada dipandang sebagai kendala dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan sesuai dengan keinginan mereka sehingga menyebabkan kelompok usia muda kelas bawah ini mengalami 'status frustration'. Menurut Cohen para remaja umumnya mencari status. Tetapi tidak semua remaja dapat melakukannya karena adanya perbedaan dalam struktur sosial.
Remaja dari kelas bawah cenderung tidak memiliki materi dan keuntungan simbolis. Selama mereka berlomba dengan remaja kelas menengah kemudian banyak yang mengalami kekecewaan. Akibat dari situasi ini anak-anak tersebut banyak yang membentuk 'gang' dan melakukan perilaku menyimpang yang bersifat 'non multilitarian, nonmalicious and nonnegativistick'. Cohen melihat bahwa perilaku delinkuen merupakan bentukan dari subkulktur terpisah dari sistem tata nilai yang berlaku pada masyarakat luas. Subkultur merupakan sesuatu yang diambil dari norma budaya yang lebih besar tetapi kemudian dibelokkan secara berbalik dan berlawanan arah. Perilaku delinkuen selanjutnya dianggap benar oleh sistem tata nilai sub budaya mereka, sementara perilaku tersebut dianggap keliru oleh norma budaya yang lebih besar dan berlaku di masyarakat.
4.      Teori Perbedaan Kesempatan dari Cloward dan Ohlin
Menurut Cloward dan Ohlin terdapat lebih dari satu cara bagi para remaja untuk mencapai aspirasinya. Pada masyarakat urban yang merupakan wilayah kelas bawah terdapat berbagai kesempatan yang sah, yang dapat menimbulkan berbagai kesempatan. Dengan demikian kedudukkan dalam masyarakat menentukan kemampuan untuk berpartisipasi dalam mencapai sukses baik melalui kesempatan konvensional maupun kesempatan kriminal.
Menunit Cloward dan Ohlin terdapat 3 jenis sub kultur tipe gang kenakalan remaja. Pertama, criminal subculture, bilamana masyarakat secara penuh berintegrasi, gang akan berlaku sebagai kelompok para remaja yang belajar dari orang dewasa. Hal ini berkaitan dengan organisasi kriminal. Kriminal sub kultur lebih menekankan pada aktivitas yang menghasilkan keuntungan materi dan berusaha menghindari kekerasan. Kedua, a retreatist subculture. Sub kultur jenis ini lebih banyak melakukan kegiatan mabuk-mabukan dan aktivitas gang lebih mengutamakan pencarian uang untuk tujuan mabuk-mabukan termasuk juga melakukan konsumsi terhadap narkoba. Ketiga, conflict sub culture. Dalam masyarakat yang tidak terintegrasi akan menyebabkan lemahnya organisasi. Gang tipe ini akan memperlihatkan perilaku yang bebas. Kekerasan, perampasan, hak milik dan perilaku lain menjadi tanda gang tersebut. Para remaja akan melakukan kenakalan jika menghadapi keadaan tegang, menghadapi tekanan-tekanan serta keadaan yang tidak normal.
5.       Teori Netralisasi yang dikembangkan oleh Matza dan Sykes
Menurut teori ini orang yang melakukan perilaku menyimpang disebabkan adanya kecenderungan untuk merasionalkan norma-norma dan nilai-nilai menurut persepsi dan kepentingan mereka sendiri. Penyimpangan perilaku dilakukan dengan cara mengikuti arus pelaku lainnya melalui sebuah proses pembenanan (netralisasi). Berbagai bentuk netralisasi yang muncul pada orang yang melakukan perilaku menyimpang. Pertama, the denial of responsibility, mereka menganggap dirinya sebagai korban dan tekanan-tekanan sosial, misalnya kurangnya kasih sayang, pergaulan dan lingkungan yang kurang baik dan sebagainya. Kedua, the denial of injury, mereka berpandangan bahwa perbuatan yang dilakukan tidak mengakibatkan kerugian besar di masyarakat. Ketiga, the denial of victims, mereka biasanya menyebut dirinya sebagai pahlawan, dan menganggap dirinya sebagai orang yang baik dan berada. Keempat, condemnation of the condemnesr, mereka beranggapan bahwa orang yang mengutuk perbuatan mereka adalah orang yang munafik, hipokrit atau pelaku kejahatan terselubung. Kelima, appeal to higher loyalitiy, mereka beranggapan bahwa dirinya terperangkap antara kemauan masyarakat luas dan hukum dengan kepentingan kelompok kecil atau minoritas darimana mereka berasal atau tergabung misalnya kelompok gang atau saudara kandung.
6.      Teori Kontrol
Teori ini beranggapan bahwa individu dalam masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya yakni tidak melakukan penyimpangan perilaku (baik) dan berperilaku menyimpang (tidak baik). Baik tidaknya perilaku individu sangat bergantung pada kondisi masyarakatnya. Artinya perilaku baik dan tidak baik diciptakan oleh masyarakat sendiri (Hagan, 1987). Selanjutnya penganut paham ini berpendapat bahwa ikatan sosial seseorang dengan masyarakat dipandang sebagai faktor pencegah timbulnya perilaku menyimpang termasuk penyalahgunaan narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya.
Seseorang yang terlepas ikatan sosial dengan masyarakatnya akan cenderung berperilaku bebas untuk melakukan penyimpangan. Manakala dalam masyarakat lembaga kontrol sosial tidak berfungsi secara maksimal maka akan mengakibatkan melemahnya atau terputusnya ikatan sosial anggota masyarakat dengan masyarakat secara keseluruhan dan akibatnya anggota masyarakat akan leluasa untuk melakukan perilaku menyimpang. Menurut Hirsehi (1988) terdapat 4 (empat) unsur dalam ikatan sosial antara lain:
Pertama, attachment, mengacu pada kemampuan seseorang untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain. Jika attachment sudah terbentuk maka seseorang akan peka terhadap pikiran, perasaan dan kehendak orang lain.
Kedua, commitment, mengacu pada keterikatan seseorang pada subsistem konvensional seperti lembaga, sekolah, pekerjaan, organisasi dan sebagainya. Perhitungan untung rugi keterlibatan seseorang dalam perilaku menyimpang sangat diperhatikan. Artinya ketika lembaga atau pekerjaan memberikan manfaat dan keuntungan bagi seseorang maka kecil kemungkinan untuk melakukan perilaku menyimpang.
Ketiga, involvement, mengacu pada suatu pemikiran bahwa apabila seseorang disibukkan atau berperan aktif dalam berbagai kegiatan konvensional atau pekerjaan maka ia tidak akan sempat berpikir apalagi terlibat dalam perilaku menyimpang.
Keempat, beliefs, mengacu pada kepercayaan atau keyakinan seseorang pada nilai atau kaidah kemasyarakatan yang berlaku. Kepercayaan terhadap norma atau aturan yang ada akan sangat mempengaruhi seseorang bertindak mematuhi atau melawan peraturan yang ada.
Menurut Hirschi keempat unsur ikatan sosial tersebut harus terbentuk dalam masyarakat. Jika unsur-unsur tersebut tidak terbentuk maka penyimpangan perilaku termasuk penyalahgunaan berbagai jenis narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya berpeluang besar untuk dilakukan oleh masyarakat luas khususnya anggota masyarakat pada usia remaja atau dewasa awal.




Daftar Pustaka
http://massofa.wordpress.com/2008/03/28/teori-teori-umum-tentang-perilaku-menyimpang/

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Classical,Intrumental,Observational Cnditioning, dan Kognitif

  Ahmad Basuni 44412010055 1.     CLASSICAL CONDITIONING Memandang bahwa perubahan respon konsumen merupakan hasil dari pemaparan rangsangan (stimulus). Solomon mengemukakan bahwa proses belajar perilaku adalah proses belajar yang terjadi karena respon konsumen terhadap suatu stimulus atau lingkungan konsumen. Behaviorist Approach ini terdapat tiga tipe pembelajaran yaitu, Classical Conditioning dan Instrumental Conditioning, serta Observational atau Social learning. Classical Conditioning adalah suatu teori belajar yang mengutarakan bahwa mahluk hidup, baik manusia maupun binatang adalah mahluk pasif yang bisa diajarkan perilaku tertentu melalui pengulangan (repetition atau conditioning, Schiffman dan Kanuk). Contoh: Iklan Top Kopi Iwan fals adalah musisi terkenal di Indonesia karna lagu-lagunya yang mengkritik pemerintah. Dia sebagai ambassador iklan Top kopi yang dimana merk tersebut adalah pendata...

ANALISIS "SWOT" PRODUK SEPEDA POLYGON

ANALISIS SWOT PRODUK POLYGON A.     Identifikasi Masalah Saat ini orang Indonesia mulai sadar berolahraga, dari olahraga lari sampai olahraga extreme. Saat ini sedang popular olahraga sepeda, yang peminatnya bisa sampai ribuan di setiap daerah. Saat ini juga banyak sekali bermunculan komunitas-komunitas sepeda. Tapi banyak orang yang tidak tahu apa maksud merk sepeda menyelenggarakan suatu event besar. Saya akan membahas tentang merk sepeda paling terkenal dan merajai pasar sepeda nasional dan internasional yaitu polygon. B.      Event & Promosi Event ini termasuk dalam soft compaign, terlihat secara tidak langsung Polygon mengajak para biker nya untuk bersepeda di Ecopark Ancol, Jakarta Utara, Event ini diadakan secara rutin setiap bulan oleh The Jakarta CMO Club. Funbike ini tentu saja selain untuk merangkul komunitas polygon juga sebagai salah satu cara polygon menerapkan experiential marketing. Event ini juga untuk meni...

Model Komunikasi Massa

Teori komunikasi massa merupakan penjelasan atau perkiraan terhadap gejala social, yang berupaya untuk menghubungkan komunikasi massa kepada berbagai aspek kehidupan dan personal atau system social. Untuk memahami teori komunikasi massa, perlulah kita memahami beberapa hal berikut ini. 1.     Tidak ada teori tunggal dalam komunikasi massa. Missal, terdapat teori yang menjelaskan gejala yang melibatkan masyarakat luas, seperti bagaimana masyarakat memberikan arti kepada symbol-simbol budaya dan bagaimana symbol-simbol itu memperngaruhi tingkah laku kita (interaksi simbolik). 2.     Teori komunikasi massa yang sering meminjam pengetahuan dari disiplin ilmu lainnya. Misalnya teori konstruksi social kenyataan (the social construction of reality theory) berasal dari ilmu sosiologi, teori perubahan sikap (attitude change theory) dipinjam dari ilmu psikologi. 3.     Teori komunikasi massa merupakan konstruksi manusia (human construction). Ora...